Kamis, 23 September 2010

PRESS RELEASE : IFSA LC UGM

PARTISIPASI MAHASIWA FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA DALAM THE 38th INTERNATIONAL FORESTRY STUDENTS’ SYMPOSIUM (IFSS) DAN THE XXIII INTERNATIONAL UNION Of FOREST RESEARCH ORGANIZATIONS (IUFRO) WORLD CONGRESS DI KOREA SELATAN



Yogyakarta, 24 Agustus 2010

KOREA. IFSA (International Forestry Students’ Association) merupakan sebuah organisasi yang sudah tidak asing lagi terdengar di Fakultas Kehutanan UGM. Organisasi tersebut merupakan organisasi beranggotakan mahasiswa kehutanan dari seluruh dunia yang memiliki lebih dari 75 komite lokal yang berada di lebih dari 45 negara di dunia termasuk IFSA LC UGM. Selain sebagai sarana untuk meningkatkan potensi diri, organisasi ini juga merupakan media yang sangat tepat untuk mengembangkan jaringan. Hal tersebut sesuai dengan visi dan misi IFSA yaitu memberikan wahana bagi mahasiswa untuk memperkaya wawasan dan meningkatkan pendidikan formal mahasiswa dibidang kehutanan, mendukung partisipasi mahasiswa dan menjadi wakil bagi suara mahaiswa kehutanan dunia dalam berbagai event internasional dan membangun kerjasama dengan para ahli baik dibidang kehutanan maupun bidang lainnya.


International Forestry Students’ Symposium (IFSS) merupakan ajang pertemuan tahunan IFSA dan diselenggarakan di negara yang berbeda setiap tahunnya berisi tentang sidang tahunan, workshop, dan kuliah umum serta lapangan. Tahun ini acara tersebut diadakan pada tanggal 8 – 20 Agustus di Korea Selatan dengan mengusung tema: Forest for Sustainable Society and Environment. Acara ini merupakan sarana bagi mahasiswa kehutanan dari seluruh dunia untuk memperluas dan memperkaya pengetahuan mengenai dunia kehutanan dan bertukar informasi kebudayaan dari berbagai negara anggota IFSA. Pada IFSS tahun lalu yang diselenggarakan di Indonesia, dua anggota IFSA LC UGM terpilih menjadi Pengurus IFSA Pusat yaitu Amalia Anindia sebagai Council dan Metia Febrita Putri Lembasi sebagai Head of UNFCCC Subcomission. Serta seorang mahasiswinya ditunjuk sebagai Consulting Member hingga lima tahun mendatang yaitu Choiriatun Nur Annisa. Selain itu, lima anggota IFSA lainnya juga tergabung dalam komisi seperti International Processes (IPC) dan Exchange Program. Sebagai pengurus IFSA mahasiswa tersebut mendapatkan banyak pembelajaran yang memperkaya pengetahuan dan mengembangkan potensi diri. Kesuksesan mahasiswa Kehutanan UGM pun masih terus berlanjut dengan terpilihnya seluruh delegasi IFSS dari UGM sebagai pengurus IFSA yaitu Karsidi Ahmad dan Amalia Anindia sebagai Asia Regional Representative, Destara Dwi Hardhitya sebagai Head of Web Commission, Metia Febrita Putri Lembasi sebagai Head of IPC Commission, Meivita Nafitri sebagai Head of UNCBD Subcommission, Adi Gangga sebagai Commissioner of Exchange Program, dan Choiriatun Nur Annisa sebagai Commissioner of IPC. Hal ini merupakan pencapaian prestasi luar biasa mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM dan membuktikan bahwa pembelajaran sesungguhnya dimulai sejak masih menjadi mahasiswa.


The XXIII IUFRO World Congress merupakan adalah ajang lima tahunan IUFRO dan merupakan pertemuan ilmiah penting di dunia yang akan dihadiri oleh para ahli dibidang kehutanan dari seluruh dunia. Kongres Dunia IUFRO ke-23 ini akan berlangsung pada tanggal 23 – 28 Agustus 2010 di Seoul, Korea Selatan, dengan tema "Forests for the Future: Sustaining Society and the Environment". Pada acara ini mahasiswa memiliki kesempatan untuk menyalurkan gagasan dan inisiatif mereka di bidang kehutanan dan mempromosikan kehutanan Indonesia kepada para ahli di bidang kehutanan, para pemangku kepentingan di dunia kehutanan dan mahasiswa kehutanan dari seluruh dunia. Mahasiswa juga dapat memperkaya pengalaman mereka dengan menghadiri dan terlibat secara aktif dalam acara tersebut dimana para ahli kehutanan menghadirkan hasil penelitian mereka melalui program – program yang akan diselenggarakan selama berlangsungnya Kongres serta memperluas jaringan profesional yang dapat bermanfaat bagi mahasiswa kehutanan untuk menunjang kinerja rimbawan muda di masa yang akan datang. Universitas Gadjah Mada sebagai universitas yang memiliki kualitas mahasiswa tinggi dan sangat mendukung kegiatan mahasiswa yang positif demi terciptanya mahasiswa yang berdaya saing tinggi akan diwakili oleh dua mahasiswa dari Fakultas Kehutanan yang akan mempresentasikan hasil penelitian mereka dalam bentuk presentasi verbal dan poster yaitu Metia Febrita Putri Lembasi dan Destara Dwi Hardhytia.


Menurut Metia, kedua acara tersebut merupakan acara yang penting untuk diikuti oleh mahasiswa kehutanan Indonesia khususnya mahasiswa kehutanan UGM dimana melalui acara tersebut para delegasi dapat memperkaya wawasan mereka mengenai budaya dan dunia kehutanan secara global yang bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas diri baik dibidang akademis maupun dibidang sosial guna menghadapi tantangan global dimasa depan. Dalam acara tersebut mahasiswa juga memiliki kesempatan untuk menyalurkan gagasan dan ide mereka kepada khalayak internasional dan sebagai ajang yang strategis untuk mempromosikan Indonesia di mata internasional serta membangun kerjasama dengan organisasi internasional, para professional di bidang kehutanan serta mahasiswa kehutanan dari seluruh dunia sebagai bekal untuk membangun kerjasama antar generasi lintas Negara.





see original

Kamis, 23 April 2009


don't take it seriously....
haha...

Sabtu, 11 April 2009


Guys, seperti yg kalian taw.. Qt bakal ngadain IFSS 09 dengan tema “FOREST CONSERVATION: YOUTH’S ROLE IN ABBREVIATING THE LONG PROCESS”. Setiap tahunnya LC UGM bakal ngirimin delegasinya untuk berpartisipasi di acara besar ini. Maka dari itu, seleksi delegasi diadakan dengan cara penulisan paper yg bertemakan “YOUTH’S ROLE FOR ENVIRONMENT”. Kalau maw qt kaji lebih lanjut, banyak banget keuntungan yg bs qt dapet dengan jadi delegasi di negara sendiri . Selain bakal memperkaya pengetahuan kita tentang dunia kehutanan, qt juga bakal belajar dari awal gimana caranya ngebangun network kita und gimana caranya fundraising yg seru…


Jika salah satu dari kalian terpilih untuk jadi delegasi di Negara sendiri, ini keuntungannya:
1. Kalian bakal punya kesempatan lebih untuk memperkenalkan Indonesia secara intens kepada participant karena kalian berinteraksi langsung dalam banyak agenda seperti General Assembly, Lecturing Forum, Workshop, International Night, und many more
2. Pede yang lebih karena kalian yang punya Negara. Jadinya kalian pasti lebih tahu tentang Negara sendiri.
3. Akhir tahun pertama adalah waktu yang ideal untuk menguji coba pengetahuan kehutanan yg sudah kalian peroleh selama satu tahun


Nggak hanya itu aja… nilai plus yang bisa kalian dapatkan setelah jadi delegasi..
1. Network
2. Teman dr luar yang bisa diajak gila-gilaan bareng
3. Kesempatan untuk jadi delegasi lebih terbuka di acara besar United Nation yaitu COP 15 UNFCCC Denmark Desember besok, Convention on Biodiversity (CBD), United Nation Forum on Forests (UNFF), IUFRO congress yg taon depan bakal diadain di Korea taon depan… dan masih banyak yang lain…
4. Yang pasti acara-acara internasional tersebut bakal ngebuka mata kalian tentang isu-isu lingkungan yang sedang bergejolak di tataran internasonal dan menunggu partisipasi pemuda alias kita dalam menyelesaikannya…

Jadi…. Buat apa nunggu? Karena pintu untuk menuju event2 besar lainnya ADA DI DEPAN MATA KALIAN!

NB: Kalau ada yang mau ditanyain, langsung aja jangan malu2…

Salam smangat slalu!
Tiga puluh tahun yang lalu pada 22 April 1970, hari Bumi untuk pertama kalinya diselenggarakan di Amerika Serikat, atas prakarsa seorang senator, Gaylord Nelson. Embrio gagasan Hari Bumi dimulai sejak ia menyampaikan pidatonya di Seattle tahun 1969, tentang desakan untuk memasukkan isu-isu kontroversial, dalam hal ini lingkungan hidup, dalam kurikulum resmi perguruan tinggi mengikuti model teach in mengenai masalah anti perang. Gagasan Nelson mendapat dukungan yang mencengangkan dari masyarakat sipil.
Dukungan ini terus membesar dan memuncak dengan menggelar peringatan HARI BUMI yang monumental. Majalah TIME memperkirakan bahwa sekitar 20 juta orang turun ke jalan pada 22 April 1970. Nelson menyebutkan fenomena ini sebagai ledakan akar rumput yang sangat mencengangkan’ dimana : ” Masyarakat umum sungguh peduli dan Hari Bumi menjadi kesempatan pertama sehingga mereka benar-benar dapat berpartisipasi dalam suatu demonstrasi yang meluas secara nasional, dan dengan itu menyempaikan pesan yang serius dan mantap kepada para politisi untuk bangkit dan berbuat sesuatu “.

Menurut berbagai analisis ledakan ini muncul karena bergabungnya generasi pemrotes tahun 60-an (bagian terbesar adalah pelajar, mahasiswa, sarjana) yang terkenal sebagai motor gerakan anti-perang, pembela hak-hak sipil yang radikal. Sebuah perkawinan antara pemberontakan 60-an dan kesadaran lingkungan tahun 60-an. Hari Bumi yang pertam ini di Amerika Serikat merupakan klimaks perjuangan gerakan lingkungan hidup tahun 60-an untuk mendesak masuk isu lingkungan sebagai agenda tetap nasional. Kini peringatan Hari Bumi telah menjadi sebuah peristiwa global. Para pelaksana peringatan HARI BUMI menyatukan diri dalam jaringan global masyarakat sipil untuk Hari Bumi yakni EARTH DAY NETWORK yang berpusat di Seattle. Bila Hari Bumi ‘70 pertama paling tidak melibatkan 20 juta manusia di AS, Hari Bumi 1990 melibatkan 200 juta manusia di seluruh dunia, maka pada Hari Bumi 2000 diperkirakan terlibat 500 juta manusia di seluruh dunia dengan jargon “making history - making change”.

Selasa, 07 April 2009

1st Youth Global Warming Symposium and Workshop

1st Youth Global Warming Symposium and Workshop is an event which organized by students of APU Japan (Ritsumeikan Asia Pacific University of Japan). It's a two – days intensive program for some Junior and Senior High School in Jakarta. For two – days first the event was conducted in GIS (Global Islamic School) Senior High School,Jakarta and next after that in 8 Senior High School,Jakarta.

The Main purpose of this program is wants to share the information regarding global warming and climate change into some of students. There are two leaders for organizing this program called as Indonesian and International Leader. Putri Permatasari and Dian Apriyanti are two students college from Gadjah Mada University were selected as an Indonesian Leader for organizing this Symposium.

There were several activities which held on this Symposium:

Small Lectures on Global Warming,it is a brief presentation about global warming issues and its effect which is conducted by students of APU Japan and NGO's speakers also.

Group Discussion, it is a main agenda for the session because the participants should discuss and make a comprehension regarding the topics which has been given in the lecture before. In this session the participants had an opportunity to exchange their ideas between other participants and APU's students also.

Working on innovative solution, this is a session where the participants should express their idea in inventing a project or it called as an innovative solution to the global warming, especially for implementing in their school. In creating a project, the participants divided into some groups and also the committees gave a scope in creating or inventing the project and for groups whom complied all the criteria would got a reward. The criteria are:

1. Originality

2. Practicality

Creativity

Quality of the presentation

Signing on Self-commitment and Conference Banner, it is a session where the entire of participant and organizer signed on banner,it was reflected as their commitment to contribute in mitigating global warming.

Cultural exchange activities, this is the last session of 1st Youth Global Warming Symposium and Workshop where the participant had an opportunity to make a convenient interaction between other participants and internationals students also.

Reward, when the symposium runs, the committees would make a sure value for some of participants and groups who's being active in following the symposium. Not only reward but they got certificate and placard also.

This is a brief information about 1st Youth Global Warming Symposium and Workshop. Hopefully, by conducting such an event like this,it could improve our awareness regarding global warming and climate change problem in our surrounding...only do in simply thing but influence to the big one!

Kamis, 12 Maret 2009


IFSA LC GMU MAINBOARD

the History of IFSA

It all began in Great Britain in 1973 with an annual meeting of forestry students: the International Forestry Students Symposium (IFSS). The event was held there for thirteen years and the goal was to provide forestry students with a platform where they could meet their counterparts from other countries, discuss their ideas and views and create an atmosphere of solidarity and inspiration. During the following years the symposium attracted more and more students.

The first accomplishment of these meetings was the creation of INFOCENTER; an office established to co-ordinate the exchange of information among forestry students. During the 18th IFSS in Lisbon, Portugal in 1990, the participants decided to expand the co-operation between forestry students beyond the annual symposium. At the constitutional assembly of IFSA, the founding member associations approved provisional statutes and elected the first representative organs. INFOCENTER was relocated and took on the official role as IFSA's communicative and informational organ. The following year, the 19th IFSS was organised in the Netherlands. This symposium turned out to be a great success with 112 participants from 38 countries; it was the first time that students from all continents were represented. The following symposium was organised in Italy (1992). Here the third General Assembly (GA) designated a central organ, the Secretariat, to be responsible for the association's bureaucratic tasks, internal communications and all INFOCENTER duties. The Secretariat, thus, fully assumed its role as IFSA headquarters.

IFSA became a truly world-wide organisation when the new statutes were finally approved in 1994 at the fifth GA during the 22nd IFSS in Switzerland. The association was officially registered as a charity organisation with its seat in Göttingen, Germany.

Five years later, with the adoption of the revised Statutes, Decrees and By-laws, the general assembly moved the seat to Freiburg im Breisgau, Germany.